Pemerintah Indonesia belum lagi mewacanakan soal rencana perpindahan
Ibukota Negara Republik Indonesia. Sekretaris Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Syahrial Loetan mengatakan, meski suasana Kota Jakarta ini sudah penuh
sesak dengan transportasi amburadul, tetap saja keinginan berpindah itu
belum ada.
"Dulu wacana itu pernah ada, tapi tertunda," ujar
Syahrial dalam obrolan bersama wartawan di Kantor Bappenas, Jakarta,
Kamis (25/2).
Menurut Syahrial, dalam program tahun 2010 atau jangka panjang lima
tahun ke depan, rencana perpindahan ibukota sama sekali tidak
dicantumkan. Keinginan ini harus tertunda dengan alasan karena biayanya
yang mahal.
Jangankan untuk menebak berapa dana yang dibutuhkan,
Syahrial mengatakan dalam bentuk studi kelayakan sekalipun Bappenas
tidak memilikinya. "Perpindahan itu mungkin saja tapi tidak bisa satu
dua tahun, itu butuh masterplan yang besar dan belum ada," kata dia.
Syahrial
mengibaratkan memindahkan ibukota seperti membuat kota baru. Kehidupan
ini mulai dari lingkup manusia yang berkerja di dalamnya, sistem IT,
infrastruktur fisik pendukung, juga sistem birokrasi yang harus
dipikirkan. Jangan sampai hanya karena keinginan untuk pindah, nantinya
biaya operasional yang ada justru semakin mahal.
Tahap pemindahan
itu, kata dia, terlebih dahulu perlu dibuat desain dari kota yang
diinginkan. "Karena memindahkan kota, layaknya memindahkan sebuah
kehidupan," ujar Syahrial.
Artinya bagaimana membuat konsep tata
kota mulai dari landscape (tidak bergunung-gunung dan terlalu datar),
kemudian perencanaan kota termasuk membuat pemetaan dengan matang.
Mahalnya
biaya yang dibutuhkan itu antara lain adalah untuk pembangunan kantor,
perumahan, tempat bisnis, rumah sakit, sekolah, sarana ibadah dan lain
sebagainya. Persiapan ini perlu dibuat dengan matang, agar sebuah
ibukota itu jangan sampai salah konsep seperti Jakarta.
"Kalau mau
pindah, jangan sampai amburadul lagi," katanya. Syahrial pun menunjuk
banyak kota besar di Indonesia yang dalam perkembangannya sekarang mulai
salah kelola.
Meski tidak berencana pindah, namun demikian,
Pemerintah Pusat mengakui kesulitan menata Jakarta. Pasalnya kota
pemerintahan yang sedang dibangun ini adalah sebuah kota yang dibangun
dari sebuah kampung. Semuanya dilakukan spontan tanpa rencana strategis
dan konsep yang jelas. Tak heran Kota Jakarta sulit disebut sebagai kota
pemerintahan, kota bisnis, atau kota pendidikan.
"Kalau kami mau
langsung paksakan, tentu akan banyak korban. Namanya juga kota dibangun
dari kampung yang sudah ada. Jadi kalau mau begini, tentu yang punya
tanah minta ganti mahal, trus spekulan main, ini kan repot," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar